Terkadang setiap orang tidak pernah menyadari bahwa
setiap mereka melakukan sesuatu hal yang mereka inginkan di dalamnya terdapat
unsur logika dan perasaan. Dimana keduanya ini saling berkaitan erat, akan
tetapi pada kenyataanya dalam kehidupan manusia sering kali logika dan perasaan
tidak seiring jalan. Sulit diterka sebenarnya adakalanya logika bisa
mengalahkan perasaan begitu pula sebaliknya. Tak jarang pula kedua unsur
tersebut dapat memicu sebuah peristiwa yang terkadang tidak banyak orang lain
tau kecuali yang mengalaminya. Mungkin anda semua pernah merasakannya hanya
saja tidak pernah terbesit di hati anda untuk memikirkan logika dan perasaan
anda, apa lagi disaat anda mengalami sebuah masalah sehingga marah
mungkin anda hanya mendahulukan logika saja sehingga tidak ada kesempatan
perasaan untuk angkat bicara. Begitu juga sebaliknya di saat anda bersedih di
tinggal oleh sang kekasih hati mungkin anda hanya memenangkan perasaan dari pada
logika anda,”bagaimana bisa?” mungkin itu pertayaan yang anda lontarkan ketika
membaca sebaris kalimat ini. Ya tentu saja begitu, pada faktanya apabila anda
berpegang pada logika saat orang yang anda sayangi pergi maka anda akan
berfikir positif dengan merelakan dia untuk orang lain dan menghargai keputusan
kekasih hati anda untuk meninggalkan anda, bukannya sedih yang berkepanjangan.
Ini membuktikan disaat posisi seperti itu anda hanya menggunakan perasaan tanpa
menghiraukan logika. Semua ini hanya contoh kecil dari logika dan perasaan yang
tidak dapat berjalan bersamaan seandainya saja antara logika dan perasaan dapat
selalu berjalan bersama mungkin tidak ada orang galau, marah, sedih dan
sebagainya.
Banyak orang mengatakan bahwa pria dan wanita memiliki
watak yang berbeda. Seorang pria lebih berpegang pada logika, sedangkan wanita
lebih berpegang pada perasaan apakah benar begitu???? Yah, mungkin pernyataan
itu benar karena sebagian besar seorang wanita maupun pria wataknya lebih
dominan sesuai dengan pernyataan tersebut. Seorang wanita lebih berfikir jangka
panjang sehingga dia dapat memikirkan keputusan yang dilakukan hingga ke masa
depan, berbeda dengan pria yang selalu berfikir jangka pendek yang berfikir di
masa yang sekarang sedang di hadapi saja tanpa memikirkan masa depan. Perbedaan
yang cukup mencolok, akan tetapi ini semua bukan hal yang mutlak dan harus
dipercaya karena sesungguhnya antara logika dan perasaan tidak
berpacu pada jenis kelamin tetapi pada waktu dan peristiwa. Di saat peristiwa
yang membuat hati marah dan kesal mungkin saja logika anda lebih dominan akan
tetapi saat sedih perasaan anda yang mulai bermain.
Jadi antara logika dan perasaan tidak dapat di jadikan
pegangan mutlak bahwa pria selalu berfikir dengan logika sedangkan wanita
selalu berfikir dengan perasaan karena sebenarnya keduanya memiliki keunggulan
dan kekurangan. Dimana seharusnya saat perasaan lebih dominan pada diri kita di
waktu - waktu tertentu seharusnya logika bisa cepat berorientasi mengikuti
suasana diri kita. Begitu pula sebaliknya. Jangan sampai perasaan kita dapat
mengalahkan logika seperti halnya bunuh diri karena putus cinta. Lain halnya
lagi saat logika bisa mengalahkan perasaan seperti mungkin kekerasan dalam
rumah tangga yang sering terjadi karena masalah sepele ada seorang ibu yang
meminta uang belanja kepada suaminya disaat suami tidak punya uang, tetapi
tidak dapat uangnya malah kena pukul suami. Kedua contoh tersebut adalah hal
yang tidak diinginkan, tapi mungkin saja contoh akibat dari tidak dapatnya
menempatkan diri atas logika dan perasaan. sehingga tindakan kekeliruan seperti
ini harus segera diluruskan dengan menempatkan keduanya di tempat yang sesuai.
Manusia diciptakan oleh Tuhan dengan memiliki jiwa dimana
di dalam jiwa ini terdapat perasaan, pikiran, emosi , naluri, watak, dll. Semua
ini di hadirkan di dalam diri manusia dengan kebebasan. Tentunya perlu adanya
tanggung jawab dari dalam diri masing – masing, akan tetapi manusia masih saja
tidak maksimal dalam menggunakanya bahkan tidak bisa memposisikan pikiran serta
perasaannya secara optimal. Namun, semua ini sulit ditebak karena sesungguhnya
perasaan dan pikiran manusia tergantung pada pemiliknya. Sejauh dan sedekat apa
dia pada sang Pencipta yang menciptakan akal dan pikirannya. Tidak jauh
menyimpang dari soal agama, manusia diibaratkan sebagai pisau yang bila diasah
terus akan semakin menajam dan bila tidak pernah diasah akan menjadi tumpul.
Begitu pula dengan manusia semakin jauh dari Tuhan serta tidak pernah diasah
hatinya dengan siraman rohani maka cara berprasaan dan pikirannya akan semakin
menumpul begitu pula bila semakin dekat pada Tuhan dan diasah hatinya dengan
kerohanian maka akan menajam cara berprasaan dan berfikirnya. Setidaknya di
saat kita mencoba merubah diri dari cara memandang arti logika dan perasaan
maka kita akan merubah hidup ke arah yang lebih baik serta damai yang jauh dari
konflik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar