SEJARAH KESEHATAN MENTAL, KONSEP SEHAT, PERBEDAAN KONSEP KESEHATAN MENTAL PADA BUDAYA BARAT DAN TIMUR
I. Sejarah Kesehatan Mental
Penyakit
mental sama usianya dengan manusia. Meskipun secara mental belum maju, nenek
moyang homo sapiens sudah mengalami gangguan-gangguan mental seperti halnya
dengan homo sapiens sendiri. Mereka dan keturunan mereka sangat takut akan
predator. Mereka menderita berbagai kecelakaan dan demam yang merusak mental
mereka, dan mereka juga merusak mental orang-orang lain dalam
perkelahian-perkelahian. Sejak saat itu manusia dengan rasa putus asa selalu
berusaha untuk mengetahu tengan penyakit mental, bagaimana mengatasinya,
bagaimana cara memulihkannya dll. Yang awalnya dimulai dengan mengambungkan
secara sederhana kekalutan-kekalutan mental dengan gejala-gejala alam, pengaruh
buruk orang ataupun roh-roh jahat. Dan perlu diketahui bahwa sejarah yang
tercatat melaporkan berbagai macam interprestasi mengenai penyakit mental dan
cara-cara mengurangi atau menghilangkannya.
Pada
umumnya hal tersebut mencerminkan tingkat pengetahuan dan kecendrungan-kecendrungan
religious, filosofis, dan keyakinan serta kebiasaan-kebiasaan masyarakat zaman
itu. Tidak mengherankan bahwa usaha-usaha awal yang dilakukan mengalami banyak
kesulitan sehingan perkembangan ilmu kesehatan mental juga sangat lambat.
Kesehatan
mental ungkapan ini diciptakan oleh W. Swetster di tahun 1843, dan penuh dengan
konten yang sebenarnya melalui “pribadi” pengalaman berkumpul oleh ahli
asuransi Beers Amerika. Tujuannya adalah untuk memastikan perawatan yang lebih
manusiawi dari sakit mental, cara bagaimana tujuannya ini dilakukan dalam
konteks yang lebih luas melampaui domain perawatan kesehatan tidak bisa disebut
hanya kejiwaan. Kesehatan mental mulai berkembang sejak perang dunia ke II.
Sejak awal perang dunia ke II kesehatan mental bukan lagi suatu istilah yang
asing bagi orang-orang. Dalam bidang kesehatan mental kita dapat memahami bahwa
gangguan mental itu telah terjadi sejak awal peradaban manusia dan sekaligus
telah ada upaya-upaya mengatasinya sejalan dengan peradaban. Namun seiring
jaman yang semakin maju dan perkembangan ilmu pengetahuan Philippe Pinel di
Perancis dan William Tuke dari Inggris, mengadakan perbaikan dalam
menanggulangi orang-orang yang terganggu mentalnya.
II.
Konsep sehat
Pengertian sehat menurut WHO (Organisasi Kesehatan Dunia) adalah suatu kedaan
kondisi fisik, mental dan kesejahteraan sosial yang merupakan satu kesatuan dan
bukan hanya bebas dari penyakit atau kecacatan. Menurut Undang Undang Kesehatan
N0. 23 tahun 1992 tentang kesehatan : Sehat atau kesehatan adalah suatu keadaan
sejahtera dari badan (jasmani), jiwa (rohani) dan sosial yang memungkinkan
setiap orang hidup pro-duktif secara sosial dan ekonomis. Ada 3 komponen
penting dalam definisisehat yaitu :
Ø sehat jasmani
Ø sehat mental (pikiran, emosional dan
spiritual)
Ø sehat sosial. Sehat sosial mencakup
status sosial, kesejahteraan ekonomi dan saling toleransi dan menghargai.
Sehat dapat dikatakan sebagai suatu kondisi normal baik
secara fisik , emosi, intelektual, spritual dan sosial. Dari pernyataan diatas
sudah bisa didapat tentang dimensi sehat, yaitu :
1. Dimensi
Emosi : Orang yang sehat secara emosi dapat terlihat dari kestabilan dan
kemampuannya mengontrol dan mengekspresikan perasaan seperti marah, sedih atau
senang dan tidak di tampilkan secara berlebihan.
2. Dimensi
Intelektual :orang yang sehat secara intelektual yaitu jika seseorang memiliki
kecerdasan dalam kategori yang baik mampu melihat realitas. Memilki nalar yang
baik dalam memecahkan masalah atau mengambil keputusan.
3.
Dimensi
Sosial : orang Sehat secara sosial yaitu mereka yang bisa berinteraksi dan
berhubungan baik dengan sekitarnya.mampu
untuk bekerja sama.
4.
Dimensi
Fisik dan Mental : orang yang sehat bila secara fisiologis (fisik) terlihat
normal tidak cacat, tidak mudah sakit, tidak kekurangan sesuatu apapun.
5. Dimensi
Spiritual : orang yang sehat secara spiritual adalah mereka yang memiliki suakondisi
ketenangan jiwa dengan id mereka. Secara rohani dianggap sehat karena
pikirannya jernih tidak melakukan atau bertindak hal-hal yang diluar batas
kewajaran sehingga bisa berpikir rasional.
III.
Perbedaan Konsep Kesehatan mental pada budaya barat dan timur
Definisi
diberikan kepada masing-masing budaya, namun kebanyakan melihat kebudayaan
sebagai seperangkat pedoman yang memandu bagaimana mereka memandang dunia,
merespon secara emosional, dan berperilaku di dalamnya atau pedoman untuk
hidup. Pemahaman terhadap sesuatu adalah suatu hal yang cukup kuat mendapat
pengaruh budaya, sudut pandang terhadap suatu permasalahan seringkali
dipengaruhi oleh budaya yang melatar belakangi, baik dalam proses memahami
masalah atau pun dalam menyelesaikan masalah. Banyak hal dalam kehidupan yang
dipengaruhi oleh budaya, kesehatan mental dan gerakan kesehatan mental juga
dipengatuhi oleh budaya. Dalam kesehatan mental, faktor kebudayaan juga
memegang peran penting. Apakah seseorang itu dikatakan sehat atau sakit mental
bergantung pada kebudayaannya (Marsella dan White, 1984). Hubungan kebudayaan
dengan kesehatan mental dikemukakan oleh (Wallace, 1963) meliputi :
- Kebudayaan yang mendukung dan menghambat kesehatan mental.
- Kebudayaan memberi peran tertentu terhadap penderita gangguan mental.
- Berbagai bentuk gangguan mental karena faktor cultural.
- Upaya peningkatan dan pencegahan gannguan mental dalam telaah budaya.
Selain itu budaya juga mempengaruhi
tindakan penanganan yang dilakukan terhadap gangguan mental itu sendiri. Dengan
kata lain Konsep kesehatan mental pada suatu budaya tertentu harus dipahami
dari hal-hal yang dianggap mempunyai arti dan bermakna pada suatu budaya
tertentu, sehingga harus dipahami dari nilai-nilai dan falsafah suatu budaya
tertentu.
Ada perbedaan konsep kesehatan mental budaya barat dan timur Barat lebih memandang kesehatan bersifat dualistik yaitu mengibaratkan manusia sebagai mesin yang sangat dipengaruhi oleh dominasi medis. Sedangkan Timur lebih bersifat holistik, yaitu melihat sehat lebih secara menyeluruh saling berkaitan sehingga berpengaruh pada cara penanganan terhadap penyakit.
Ada perbedaan konsep kesehatan mental budaya barat dan timur Barat lebih memandang kesehatan bersifat dualistik yaitu mengibaratkan manusia sebagai mesin yang sangat dipengaruhi oleh dominasi medis. Sedangkan Timur lebih bersifat holistik, yaitu melihat sehat lebih secara menyeluruh saling berkaitan sehingga berpengaruh pada cara penanganan terhadap penyakit.
Model-model Kesehatan Barat dan Timur
- Model-model kesehatan muncul karena banyaknya asumsi mengenai kesehatan, seperti halnya model kesehatan dari Barat dan juga Timur. Akan tetapi, dalam model-model itu terdapat variasi yang disebabkan karena adanya perbedaan budaya di antara model-model tersebut. Model Biomedis (Freund, 1991) memiliki 5 asumsi. Pertama, terdapat perbedaan yang nyata antara tubuh dan jiwa sehingga penyakit diyakini berada pada suatu bagian tubuh tertentu. Kedua, penyakit dapat direduksi pada gangguan fungsi tubuh, baik secara biokimia atau neurofisiologis. Ketiga, setiap penyakit disebabkan oleh suatu agen khusus yang berpotensi dapat diidentifikasi. Keempat, melihat tubuh sebagai suatu mesin. Kelima, konsep tubuh adalah objek yang perlu diatur dan dikontrol.
- Model Psikiatris, merupakan model yang berkaitan dengan model biomedis. Model ini masih mendasarkan diri pada pencarian bukti-bukti fisik dari suatu oenyakit dan penggunaan treatmen fisik obat-obatan atau pembedahan untuk mengoreksi abnormalitas.
- Model Psikosomatis (Tamm, 1993), merupakan model yang muncul karena adanya ketidakpuasan terhadap model biomedis. Model ini menyatakan bahwa tidak ada penyakit somatik yang tanpa disebabkan oleh antesenden emosional dan atau sosial. Sebaliknya tidak ada penyakit psikis yang tidak disertai oleh simtom-simtom somatik.
DAFTAR PUSTAKA
Siswanto. 2007. Kesehatan Mental “ Konsep, Cakupan dan Perkembangan”. Yogyakarta. Penerbit Andi
Corsini,
Raymond J. (2002). Dictionary of Psychology. New York:
Brunner-Routledge.
Dewi,
Kartika Sari. (2012). Kesehatan Mental. Semarang: UPT UNDIP Press
Semarang.
Kartono,
Kartini. (2000). Mental Hygiene. Bandung: Mandar Maju.
Semium,
Yustinus. (2006). Kesehatan Mental 2. Yogyakarta: Kasinius
Tidak ada komentar:
Posting Komentar